Senin, 01 November 2010

DUA AMANAH ALLAH ATAS RASULNYA

Dua macam Amanah Allah atas RasulNya Muhammad Salallahu ‘Alihi Wasalam dimaksud yang harus difahami, yaitu amanah berupa “sistem beribadah kepada Allah” dan “sistem hukum bagi manusia”. Adapun penjelasan tentang dua perkara ini dapat kita simak di dalam Al Quran, yaitu :

1. Amanah berupa Sistem Beribadah kepada Allah

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (٦٧)

Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah (mereka) kepada Rabbmu. Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar beradapada petunjuk jalan yang lurus.

(Surah Al Hajj ayat 67)

Artinya ada suatu kewajiban bagi setiap manusia yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim untuk menepati sistem peribadahan kepada Allah menurut apa yang diajarkan Muhammad Rasulullah. Sistem ibadah dimaksud disini mengarah kepada 5 kewajiban pokok (ibadah makhdo) yaitu Syahadatain, menegakkan sholat, mendatangkan zakat, shoum pada bulan ramadhan, dan berhaji bagi yang mampu. Kelima hal ini dalam bahasa Al Hadits dinyatakan sebagai “pembinaan keislaman”.

Disini dapat difahami bersama, bahwa hanya Muhammad Rasulullah sosok manusia yang mendapat izin atau kewenangan dalam menjelaskan dan mencontohkan cara beribadah kepada Allah melalui hadits-haditsnya yang shahih. Tidak ada seorang manusiapun selain beliau SAW, yang berhak mengeluarkan pendapatnya mengenai cara beribadah kepadaNya meskipun seorang imam ataupun ulama terpandang, kecuali ia mengutipnya dari Al Quran dan Al Hadits yang shahih. Alasan berikut ini semakin menguatkan kedudukan rasulullah dalam masalah ini.

Yaitu lafadz (kata) perintah sholat, zakat, shoum dan berhaji di dalam Al Quran semuanya berkedudukan mujmal (ringkas). Artinya perintah-perintah tersebut baru dapat difahami secara sempurna dan dilaksanakan secara benar setelah mempelajari keterangan dari Rasulullah Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan Allah telah menetapkan rasulNya sebagai penjelas dan contoh praktik dalam beribadah. Oleh karena itu satu ciri dari hadits yang shahih adalah tidak pernah bertentangan dengan ayat-ayat Al Quran.

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤)

dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Surah An Najm ayat 3 dan 4)

Jika dalam praktek beribadah ini tidak merujuk kepada petunjuk Al Quran dan Hadits shahih atau mengambil dari hadits lemah (dhoif) apalagi palsu berarti telah berbuat bid’ah. Sedangkan setiap bid’ah dalam beribadah adalah sesat dan terancam dengan neraka.

2. Amanah berupa Sistem Hukum bagi Ummat Manusia


ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (١٨)

Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (Ad Din itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Surah Al Jatsiyah ayat 18)

Telah pula Allah Subhanahu Ta’ala jadikan RasulullahNya Muhammad dan para muttabi’nya wajib untuk berada dalam “rel” syariatNya dalam mengatur pola interaksi kehidupan yang berlandaskan wahyu bukan nafsu dan filsafat logika manusia. Artinya, telah ada suatu “paket aturan” yang dikirimkan Allah untuk seluruh manusia melalui rasulNya yang wajib dilaksanakan. Meskipun Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan untuk menjadi mukmin atau menjadi qaum yang kafir, karena Dia tidak mengambil manfaat sedikitpun dan tidak membutuhkan pertolongan dari makhluqNya, tapi dalam masalah hukum, tiap manusia wajib tunduk kepada Syariat Dinullah.

Apabila diterapkan sistem hukum ilahiyah, dijaminNya akan membawa bermacam kemaslahatan dan kebahagian hidup bagi manusia itu sendiri. Sebaliknya bila diabaikan perintah ini, bahkan mengambil sistem hukum jahiliyah pasti membawa malapetaka, perpecahan, permusuhan dan kesengsaraan yang tidak mampu diatasi manusia manapun, terkecuali jika mereka kembali rujuk kepada amanah syariat ini saja.

Karena secara jujur pada setiap hati nurani manusia akan mengakui bahwa diri mereka dan semua yang tampak dan tidak tampak di langit dan bumi serta diantara keduanya adalah milik Allah. Ia yang telah menciptakan semuanya, maka tentu merupakan hak bagi Allah untuk mengaturnya dan hak ini berbanding lurus sebagai kewajiban menghambakan diri bagi manusia selaku makhluqNya. Dengan menunaikan kewajiban untuk menjalankan sistem hukum dari Allah ini saja, maka akan tertunaikannya seluruh hak setiap manusia tanpa melanggar hak orang lain karena hanya di dalam Syariat Islam terdapat keadilan, kejujuran, dan keselamatan dunia-akhirat yang hakiki.

Dengan keterang yang tergali pada ayat-ayat Allah di atas, maka sudah sepatutnya bagi setiap hamba Allah untuk menjadikannya bahan berfikir, perenungan dengan hati, dan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan penuh kesungguhan, ketaatan, kesabaran dan sikap istiqomah.

Petunjuk Al Quran :


Sesungguhnya Allah telah menetapkan dalam Al Quran Surah An Nahl 44 sebagai berikut :

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٤٤)

“Dengan ayat-ayat (mu’jizat) dan kitab-kitab dan Kami telah turunkan kepadamu (Muhammad) Al Quran ini, supaya kamu menerangkan pada umat manusia tentang segala apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan mudah-mudahan mereka akan berfikir.”

Bahasan ringkas :

Ayat tersebut dengan diakhiri lafadz “la’allahum yatafakkarun” dengan mengambil satu jurusan maknanya, yaitu “berfikir perihal amanah hukum secara benar”. Hal ini mengingat pada beberapa keterangan dari Allah dalam kitabNya antara lain :

a. Keberadaan Rasulullah adalah “Uswah Hasanah”, suri tauladan atau contoh yang baik dalam pengamalan Al Quran,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Surah Al Ahzab ayat 21)

Kemudian Beliau SAW ditugaskan Allah untuk menyampaikan Ad Dzikr (Al Quran) kepada ummat manusia secara sempurna, وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ (dan serulah mereka kepada Rabbmu, Surah Al Maidah ayat 67).

Seruan (ajakan) ini meliputi bayan fi’liyah (contoh perilaku) dan bayan qouliyahnya (penjelasan dengan kalimat), yang dengan itu dapat membangun sikap yang positif bagi para muttabi’nya sebagaimana yang dapat dilihat dalam Surah Al Fath ayat 29 :

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (٢٩)


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah* mereka dari bekas sujud**. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang agung.

*) Wajah, pada ayat ini maksudnya lahir-bathinnya bukan wajah secara makna luqhowi yang berarti muka.

**) Bekas Sujud maksudnya : selain pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka. Juga berarti meninggalkan karya atau ‘amal shaleh, karena dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa anggota sujud dalam shalat meliputi tujuh tulang yang menunjukkan bahwa manusia bagian dari alam. Anggota sujud yaitu hidung sampai ke dahi (pola fikir), dua telapak tangan (karya), dua lutut, dan dua ujung kaki (langkah kerja). Bekas sujud bukan berarti tanda hitam di dahi, karena rasul kita tidak memiliki tanda ini. Sedangkan Muhammad Rasulullah adalah ahli sujud, yang tampak secara lahir pada tubuhnya dari bekas sujud adalah kaki beliau yang terkadang “bengkak” akibat lama berdiri ketika melaksanakan shalat malam. Kemudian permukaan bumi ditetapkan Allah sebagai masjid (tempat bersujud), yaitu untuk menghambakan diri dan beramal shalih (berkarya unggulan).

b. Bahwa Allah menetapkan RasulNya adalah untuk dituruti dalam segala perilaku dan ketetapan hukumnya,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣١)

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad Rasulullah), niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah Ali Imran ayat 31).

c. Rasulullah ditetapkan Allah sebagai pembawa Amanah Syariat,

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (Ad Din itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Surah Al Jatsiyah ayat 18)

d. Larangan bersikap mendua dalam menjalankan pola dan sistem Al Quran,

فَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran sebagai Jihad yang besar.

(Surah Al Furqon ayat 52).



Inilah yang disebut dengan menumbuhkan ketaatan Fuad (daya kemampuan berfikir).



>Dikutip dari Pengajian Ahad pagi 28 Dzulqaidah 1430 Hijriyah <