Sabtu, 20 November 2010

ke'sabaran dalam ISLAM,, ''bukan karyaku'' smoga bermanfa'at,,, dan bila tak berkenan mohon di ma'afkan,,

“Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.s. al-Baqarah [2]: 153).

SABAR begitu sering disebut dalam al-Qur’an,
karena Allah Subhanahu wata’ala mengetahui besarnya beban yang dituntut oleh konsistensi di jalan Allah di tengah-tengah beragam kecenderungan dan keinginan; beratnya beban yang dituntut oleh pelaksanaan dakwah kepada Allah di muka bumi de tengah-tengah aneka perseteruan dan rintangan; besarnya beban yang menuntut jiwa untuk tetap kuat pendiriannya, focus kekuatannya, dan peka terhadap segala sesuatu yang masuk dan keluar darinya.

Sabar mesti ada dalam semua ini;
sabar mesti ada dalam melaksanakan ketaatan,
dalam menahan diri dari maksiat, dalam memerangi orang-orang yang menentang Allah, dalam menghadapi muslihat dengan beragam coraknya, dalam menanti lamanya datangnya pertolongan, dalam menanggung lamanya keletihan, dalam mengenyahkan kebatilan, dalam sedikitnya pertolongan, dalam panjangnya jalan berduri, dan terobeknya kehormatan.
Tatkala waktu telah berjalan lama dan keletihan sudah sampai puncaknya, adakalanya kesabaran pun melemah atau bahkan hilang sama sekali, jika saja tidak ada bekal dan bantuan. Karena itu, Allah menambahkan shalat kepada kesabaran, sebab dialah penolong yang tidak pernah jenuh dan bekal yang tidak pernah habis. Sabar adalah penolong yang memperbaharui energy dan bekal yang menguatkan hati; sehingga tali kesabaran pun semakin panjang dan tidak terputus. Kemudian , sabar menguatkan ridha, keceriaan, ketenangan, kepercayaan diri, dan keyakinan.

Manusia yang fana, lemah, dan terbatas ini mau tidak mau harus berhubungan dengan Kekuatan Mahabesar; ia mesti meminta pertolongan dari–Nya ketika beban yang ditanggungnya melampaui kekuatan-kekuatannya yang terbatas; ketika ia mesti menghadapi kekuatan kejahatan yang batin maupun yang lahir; ketika ia merasa tidak mampu lagi untuk menanggung beban konsistensi di jalan Allah di tengah-tengah dorongan hawa nafsu dan bujukan ketamakan; ketika ia merasa keberatan untuk menanggung beban memerangi kezaliman dan kerusakan yang luar biasa; ketika jalan terasa begitu panjang sementara cita-citanya semakin jauh dalam umurnya yang terbatas; ia menatap, ternyata, ia belum sampai ke mana pun padahal ia tidak lama lagi akan pergi, ia belum memperoleh apa pun padahal mentari umur sudah condong ke barat untuk tenggelam. Dan, ketika ia menyaksikan kejahatan merajalela dan kebaikan mengerucut, padahal di cakrawala tidak ada satu pun cahaya dan di jalan tidak ada satu pun rambu-rambu, saat itulah urgensi shalat terlihat demikian terang. Dia, shalat, adalah hubungan langsung antara manusia yang gana dengan Kekuatan Yang Baka. Dia adalah saat yang tepat untuk merengkuh setetes air dari mata air yang tidak akan pernah kering; dia adalah kunci gudang perbendaharaan yang mencukupi, memuaskan, dan mengenyangkan; dia adalah perjalanan dari batasan-batasan realita bumi yang kecil ke cakrawala realita semesta yang mahabesar; dia adalah angin sepoi-sepoi, embun, dan naungan di terik matahari yang menyengat; dan dia adalah sentuhan yang lembut bagi hati yang letih dan payah.

Oleh karena itu, setiap kali berada dalam kepayahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berseru, “Istirahatkan kami dengan shalat wahai Bilal!” Dan beliau pun banyak-banyak mengerjakan shalat jika tengah menghadapi suatu masalah agar beliau semakin sering bertemu dengan Allah.
Manhaj Islam adalah manhaj ibadah, dan ibadah dalam manhaj ini memiliki banyak rahasia. Di antara rahasianya adalah ia merupakan bekal perjalanan, modal ruh, dan juga penerang hati. Setiap kali ada taklif( pembebanan agama), maka ibadah adalah kunci hati untuk merasakannya dengan penuh kelezatan, keceriaan, dan kebahagiaan.

Ketika Allah Subhanahu wata’ala menyuruh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam memainkan peranan yang besar, meletihkan, dan besar. Dia berfirman kepadanya, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan………..Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat” (Q.s. al_Muzzammil [73]: 1-5). Ini adalah persiapan untuk menerima perkataan yang berat, beban yang melelahkan, dan peranan yang besar; ini adalah bangun melam untuk shalat dan membaca al-Qur’an dengan tartil…sungguh shalat adalah ibadah yang membuka hati, menguatkan hubungan, mempermudah urusan, memancarkan cahaya, dan melimpahkan kesenangan, hiburan, ketenangan, dan kedamaian. Oleh karena itu, di sini Allah mengarahkan orang-orang yang beriman kala mereka berada di gerbang kesulitan-kesulitan yang besar, untuk bersabar dan mendirikan shalat, lalu setelah arahan ini datanglah ulasan atasnya, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Dia beserta mereka; Dia menolong, meneguhkan, menguatkan, dan menenangkan mereka; Dia tidak membiarkan mereka berjalan sendiri di jalan dan tidak membiarkan mereka berjalan dengan energy mereka yang terbatas dan kekuatan mereka yang lemah; namun sebaliknya, Dia mengirimi mereka bantuan tatkala perbekalan mereka habis dan memperbaharui kembali semangat mereka kala jalan demikian panjang di hadapan mereka. Dia menyeru mereka di awal ayat dengan seruan yang penuh kasih sayang. “Hai orang-orang yang beriman…lalu Dia menutup seruan itu dengan motivasi yang menakjubkan itu, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Hadits tentang sabar banyak jumlahnya, disini kami akan menyebutkan beberapa darinya, karena kesesuaiannya dalam menyiapkan kmasyarakat Islam untuk menanggung bebannya dan melaksanakan peranannya.

Dari Khabbab bin Arts radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kala beliau tengah berbantalkan selimut di dekat Ka’bah, ‘Mengapa Anda tidak meminta pertolongan untuk kami?’ Beliau bersabda, ‘Dalam umat sebelum kalian terdapat seseorang yang ditangkap dan digalikan sebuah lubang di tanah, lalu ia dimasukkan ke dalamnya, sebuah gergaji didatangkan untuknya, kemudian ia diletakkan di kepalanya dan ia pun dibelah menjadi dua, lalu daging dan tulangnya disisir dengan sisir-sisir besi, itu tidak mengeluarkannya dari agamanya….demi Allah, Allah Subhanahu wata’ala pasti akan menyempurnakan dakwah ini sehingga seorang pengendara akan berjalan dari Shan’a ke Hadramaut tanpa takut siapa pun kecuali Allah dan bahaya serigala atas kambingnya, namun kalian terburu-buru.”1

Dari ‘Abdullan bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan. “Aku menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah menceritakan seorang nabi yang dipukuli kaumnya hingga berdarah-darah, nabi itu membersihkan darahnya dari mukanya sembari berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah kaumku, sebab mereka tidak mengetahui.’”2

Dari Yahya bin Watsab dari seorang Syaikh yang termasuk sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ia menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,’Seorang Muslim yang bergaul dengan masyarakan dan bersabar atas ulah mereka lebih baik daripada seorang Muslim yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak bersabar ata ulah mereka.”3

1 H.R. Bukhari , Abu Dawud, dan Nasa’i
2 H.R. Bukhari dan Muslim
3 H.R. Tirmidzi