Selasa, 15 Februari 2011

Arti Ibadah Menurut Islam

PERSOALAN ibadah dalam Islam merupakan satu persoalan pokok di mana kebanyakan umat Islam dewasa ini agak keliru. Seringkali kita mendengar orang-orang Islam mengeluarkan pendapat masing-masing apabila menemukan suatu masalah yang melibatkan hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram. Dan dalam keadaan yang demikian, manusia kadang-kadang mengeluarkan pendapat tanpa berpegangan kepada Al Quran dan Sunah Rasul. Itulah yang dapat membawa kekeliruan di kalangan umat Islam.

Dalam Islam, hukum wajib, sunat dan mubah adalah hukum yang terlibat secara langsung dalam persoalan ibadah. Perkara wajib dan sunat memang sudah menjadi ibadah kita kepada ALLAH. Padahal perkara yang mubah pun sebenarnya dapat menjadi ibadah. Namun belum banyak yang mengetahuinya. Adapun perkara yang makruh dan haram, sama sekali tidak boleh kita lakukan karena tidak dapat menjadi ibadah. Semoga buku ini akan dapat menjelaskan persoalan bagaimana hal-hal itu dapat menjadi ibadah kita kepada ALLAH.

Sering kita dengar masyarakat mengatakan tentang kehidupan manusia sekarang ini yang sudah mengamalkan prinsip hidup sendiri-sendiri, masing-masing hanya mengurus urusannya sendiri. Kadang-kadang kita mendapatkan bahwa antara tetangga sebelah pun jarang yang bertegur sapa. Hal itu sungguh memalukan, karena dasar Islam mengukuhkan persaudaraan sesama manusia yang disebut dengan hablumminannas atau hubungan sesama manusia. Pengertian dalam konteks ini akan membawa perpaduan masyarakat Islam di mana dari perpaduan itu akan mewujudkan rasa kasih sayang dan kesefahaman antara satu sama lain. Dari situ dengan sendirinya akan melahirkan sebuah bentuk masyarakat Islam yang hidupnya berpegang kepada Al Quran dan As Sunnah. Akhirnya akan lahir satu bentuk tamadun (peradaban) dan kebudayaan Islam yang sebenarnya. Semua itu adalah hasil dari ibadah kita kepada ALLAH.

Kita perlu mengikuti cara-cara ibadah yang sebenarnya karena itulah sebab utama mengapa kita dijadikan oleh ALLAH.

Firman-Nya:

Artinya: “Tidak akan Aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk beribadah kepada ku”

Firman di atas menyebutkan dengan jelas tugas dan tanggung jawab kita kepada ALLAH. Kalaulah kita ini mengaku diri kita beragama Islam dan sering mengucapkan kalimah “Laa ilaha Illallah’’ yaitu “Tiada yang disembah melainkan ALLAH", maka sudah pasti kita wajib mengetahui cara-cara agar amal perbuatan kita dapat menjadi ibadah.

Demikianlah pendahuluan dari saya dengan harapan semoga buku ini dapat menjadi bimbingan dan pedoman kepada semua umat Islam yang cinta ALLAH serta mempunyai keyakinan bahwa setiap persoalan masyarakat hanya dapat diselesaikan melalui Islam. Semoga buku ini juga dapat menjadi amalan setiap umat Islam yang ingin berjuang dan berjihad serta yang ingin melihat wujudnya sebuah masyarakat Islam yang benar-benar bertamadun dan berkebudayaan sendiri sebagaimana yang dituntut oleh syariat Islam.


01 MENGAPA MANUSIA DIJADIKAN
DALAM membahas tentang manusia dan ibadahnya kepada ALLAH SWT kita perlu memahami maksud sebenarnya mengapa ALLAH menciptakan manusia dan menghidupkannya di mayapada ini. Kalau sekedar untuk mewujudkan makhluk-makhluk yang terus-menerus taat setia serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka tentulah mencukupi makhluk malaikat yang telah dijadikan-Nya, di mana mereka itu tidak pernah ingkar kepada perintah-Nya. Karena itu ALLAH menyatakan bahwa Dia akan menciptakan manusia-manusia di muka bumi ini, maka malaikat-malaikat berkata bahwa manusia-manusia itu akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah. Namun demikian, ALLAH lah yang lebih mengetahui apa yang mereka tidak tahu. Karena itu ALLAH terus menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi khalifah atau duta-Nya.

Firman ALLAH:

Artinya : “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi ini.”
(Al Baqarah: 30)

Hasilnya ialah Nabi ALLAH Adam as dan seterusnya seluruh zuriat-zuriat keturunannya. Nabi Adam as adalah khalifah ALLAH yang pertama di bumi sedangkan seluruh zuriat keturunannya hingga dewasa ini adalah generasi penerus khalifah-khalifah yang akan menyambung tugas Nabi Adam as. Apakah tugas generasi khalifah-khalifah ini? Tidak lain tidak bukan tentulah untuk beribadah kepada ALLAH semata. Sebagaimana yang telah ALLAH tegaskan dalam Al Quran:

Artinya: “Tidak Aku jadikan jin dan manusia itu melainkan agar mereka beribadah kepadaku.”
( Ad Dzariat: 56)

Dengan tujuan agar manusia yang telah ALLAH ciptakan itu taat beribadah, maka tentulah Dia tidak membiarkan mereka itu tanpa pedoman dan panduan. Lalu ALLAH mewajibkan mereka supaya berpedoman kepada risalah-risalah atau syariat-syariat yang diutus-Nya kepada para Rasul. Rasul-Rasul itu diutus oleh ALLAH dari zaman ke zaman dan manusia tidak dibenarkan menyeleweng dari syariat yang ditetapkan. Bahkan tiap-tiap Rasul yang ALLAH utus pun tidak boleh mengeluarkan syariat masing-masing.

Di kalangan para Rasul yang teragung dan yang paling terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. Maka untuk umat Nabi Muhammad dikeluarkan perintah untuk beribadah kepada ALLAH menurut syariat-syariat yang telah ALLAH sampaikan kepada Rasulullah SAW, satu syariat yang dikenal sebagai Dinul Islam atau syariat Islam.

Dengan demikian nyatalah Islam menjadi pegangan setiap umat Rasulullah SAW dan mereka diperintahkan supaya mematuhi syariat Islam di dalam setiap aspek kehidupan sebagaimana yang dikehendaki oleh ALLAH dalam firman-Nya:

Artinya:“Masuklah kamu di dalam agama Islam secara keseluruhan.”
(. Al Baqarah: 208)

Sesungguhnya perintah ALLAH itu menyeluruh dan tidak ada seorang pun yang terkecuali. Dan bagi mereka yang soleh atau taat setia atau yang bertakwa, ganjaran mereka adalah syurga yaitu suatu rahmat ALLAH yang paling besar. Sebaliknya bagi mereka yang mengingkari syariat yang dibawa Rasulullah, tergolong sebagai kafir atau durhaka (‘asi). Mereka akan dibalas dengan siksa yang sangat dahsyat serta menakutkan di akhirat kelak. Gelanggang penyiksaan yang tidak ada bandingannya di dunia ini yang dinamakan Neraka Jahanam dan telah ALLAH firmankan:

Artinya:“Adapun mereka yang beriman dan beramal soleh, bagi mereka itu Syurga Ma’wa sebagai tempat tinggal karena perbuatan mereka. Dan adapun bagi mereka yang fasik (perusak) maka tempat mereka adalah neraka.”
(. AS Sajadah: 20)

Wa’iyazubillah.

Kesimpulannya, kita semua adalah duta ALLAH yang diutus ke dunia untuk menjalankan segala perintah yang disampaikan melalui Rasul-Rasul pilihan-Nya. Rasul bagi kita ialah Nabi Muhammad SAW dan syariatnya ialah Islam. Melalui Islam kita diperintahkan beribadah kepada ALLAH, kita diperintahkan mencurahkan segala bakti dan taat setia kepada-Nya. Barulah sesuai dengan taraf kita sebagai duta-Nya. Sebagaimana kalau kita ini diutus oleh kerajaan untuk menjadi duta ke negeri lain, di mana kita dilengkapi dengan segala kemudahan seperti kendaraan, rumah, gaji besar dan sebagainya, maka semestinya segala kemudahan itu digunakan semata-mata untuk membantu kita menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh negara yang kita wakili itu. Seandainya kita lalai dengan tanggung jawab, bahkan menggunakan segala kemudahan itu untuk kepentingan diri kita, maka kita pasti menerima hukuman menurut kadar kesalahan yang kita lakukan.

Begitu juga dengan kedudukan kita sebagai duta ALLAH, di mana kita diutus ke dunia untuk menjalankan segala tugas yang telah disyariatkan dan diberikan segala kemudahan agar kita beribadah kepada-Nya. Sekiranya kita menyalahgunakan kemudahan itu, sudah tentu bila kita dipanggil kembali ke negara asal kita yaitu negara akhirat di mana kita sebenarnya bukan warga negara dunia melainkan warga negara akhirat maka kita akan dihadapkan ke pengadilan dan kita akan diberi hukuman setimpal dengan setiap kesalahan. Kita tidak akan dapat melepaskan diri dari siksa ALLAH yang sangat menakutkan itu.

02 MENGAPA KITA MESTI BERIBADAH
1. Alasan akal dan naluri fitrah.

BERDASARKAN perintah ALLAH supaya manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi mengikuti semua syariat Islam, maka beribadah kepada-Nya adalah suatu perkara yang memang sudah sepatutnya. Namun kalau kita tinjau dari segi akal dan naluri fitrah, dapat juga membisikkan ke hati kita, bahwa kita mesti berbakti dan beribadah kepada ALLAH. Seorang anak yang baru lahir, ia diasuh dan dijaga oleh kedua ibu bapaknya hingga besar. Setelah tiba masanya untuk disekolahkan, dia dilengkapi segala keperluannya, diberi segala kemudahan, dilayani segala makan minum agar proses mencari ilmu tidak terganggu. Kemudian setelah dia besar dan berilmu, ditakdirkan memperoleh jabatan, pekerjaan yang baik serta pendapatan lumayan. Setelah sekian lama ibu dan ayah mencurahkan bakti kepadanya, apakah tidak terfikir di dalam akalnya untuk membalas jasa ibu ayah yang begitu besar, di mana akal kita sendiri mengatakan bahwa jasa bakti itu tiada bandingannya.

Bagaimana dengan naluri fitrah atau bisikan hati kecilnya ? Tidak patutkah naluri dan akalnya mendorong agar dia mencurahkan bakti kepada orang tuanya. Kata orang, jasa ibu disanjung tinggi. Kalaulah logika akal dan naluri berhujah (beralasan) demikian, patutkah dia ingkar kepada kedua orang tuanya. Dan patutkah dia melupakan orang tua, niscaya dia akan dicap sebagai anak durhaka. Masyarakat akan mengatakan anak itu tidak tahu mengenang budi dan membalas jasa orang tua. Bahkan ada yang akan menyumpah anak itu tidak akan selamat hidupnya.

Kalau demikian halnya, bagaimana hujah akal dan naluri fitrah kita terhadap nikmat ALLAH yang tidak ternilai itu. Tentulah tidak patut bagi kita kalau kita lalai memberikan ketaatan serta bakti kita kepada ALLAH.

Memang sewajarnya kita memberikan bakti yaitu ibadah kita kepada-Nya karena Dia (ALLAH) telah mengaruniakan kepada kita rahmat dan nikmat yang terlalu banyak. Firman-Nya dalam Surah Ibrahim ayat 34 yang artinya:

“Jika kamu hendak menghitung nikmat ALLAH itu niscaya kamu tidak dapat menghitungnya”
(. Ibrahim: 34)

Dengan sebab itu seandainya kita menentang perkara yang diinginkan oleh akal dan naluri fitrah kita yaitu membalas segala nikmat dan rahmat ALLAH dengan beribadah kepada-Nya, maka jiwa kita akan merasa bersalah dan berdosa. Jiwa menderita karena senantiasa dilanda oleh dosa durhaka kepada pemberi nikmat dan rahmat itu, sebagaimana juga rusaknya jiwa yang senantiasa durhaka kepada ibu bapak yang telah sekian lama menaburkan jasa bakti mereka kepada anak yang dikasihi.
2. Nikmat-Nikmat ALLAH.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui, ALLAH mengutus manusia ke muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah-Nya. Karena itu ALLAH tidak mengirim manusia begitu saja. ALLAH menginginkan khalifah-khalifah-Nya itu dapat berjaya dalam hidup mereka di dunia dan supaya jalan-jalan untuk beribadah kepada-Nya menjadi mudah.

Dalam hal itu ALLAH membekali manusia berbagai kekuatan dan panduan. Pertama ALLAH memperkuat kejadian manusia dengan akal pikiran supaya manusia dapat mengkaji setiap bidang pengetahuan. Akal itulah yang dapat menaikkan martabat manusia lebih dari para malaikat dan dengan bekal akal itu jugalah, manusia menjadi mudah diajar dengan ilmu pengetahuan sebagaimana ALLAH telah mengajar Nabi Adam as dalam firman-Nya:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.”
(. Al Baqarah: 31)

Untuk melengkapi kehidupan manusia, ALLAH mengutus para Rasul yang menyampaikan syariat atau peraturan serta undang-undang dalam mengatur kehidupan di semua aspek agar manusia itu dapat berjaya hidup di dunia dan di akhirat. Dengan akal yang telah ALLAH karuniakan tentulah manusia dapat memahami setiap aspek syariat yang disampaikan untuk kebaikan mereka sendiri. ALLAH tentu tidak akan menyampaikan syariat yang menghancurkan kehidupan manusia.

Tindak lanjut dari apa yang telah dinyatakan tadi, ALLAH masih menginginkan manusia mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi agar dapat benar-benar melambangkan khalifah-Nya di dunia. Karena itu ALLAH anugerahkan kepada manusia satu nikmat lagi berupa kekayaan langit dan bumi seperti emas, perak, intan, berlian, biji, tembaga dll, dan binatang-binatang darat dan laut seperti kambing, lembu, ikan, udang dll serta tidak ketinggalan juga tumbuh-tumbuhan serta kayu-kayuan yang dapat menghasilkan buah-buahan dan biji-bijian yang tidak terhingga banyaknya. Semua nikmat itu ALLAH nyatakan dalam firman-Nya:

Artinya :“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman-tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir-butir yang banyak dan dari mayang kurma yang mengurai tangkai-tangkai yang menjuntai. (Dan dari air itu Kami keluarkan pula) kebun-kebun anggur dan Kami keluarkan pula zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan ALLAH) bagi orang-orang yang beriman.”
(. Al An’am: 99)

Coba kita kemukakan persoalan itu kepada diri kita sendiri di mana ALLAH telah melengkapi segala kejadian dan nikmat itu. Mengapa ALLAH begitu banyak memberikan segala nikmat kepada kita? Untuk menjawabnya, kita perlu bertanya kepada ibu bapak tentang mengapa mereka begitu bersusah payah memberi kita segala kemudahan di waktu kecil sampai dewasa. Tentu jawabnya supaya kita dapat hidup bahagia dan senang berbakti kepada mereka sekurang-kurangnya tidak ingkar kepada mereka. Kalau demikian halnya tentulah ALLAH mencurahkan segala nikmatnya kepada kita supaya kita memikirkan kembali bagaimana hendak membalas segala karunia itu kepada kita. Karena itu timbullah masalah ibadah. Segala nikmat dan karunia itu tidak lain untuk memudahkan kita beribadah kepada ALLAH yang memberi. Dan sesungguhnya, barang siapa menggunakan setiap nikmat itu sebagai alat untuk berbakti dan beribadah kepada-Nya maka dianggap sebagai orang yang bersyukur kepada ALLAH SWT.

Pemberian ALLAH tidak berhenti di situ saja. Setelah kita menggunakan nikmat-Nya dan tidak lupa membalas melalui ibadah kita, maka ALLAH akan menambah nikmat-Nya itu baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika kita ingkar dan menyalahgunakan nikmat-Nya hingga kita tidak mau sama sekali memikirkan soal-soal beribadah kepada-Nya, maka itulah orang yang kufur kepada ALLAH Taala dan ALLAH peringatkan dalam Al Quran Surah Ibrahim ayat 7 sebagai berikut:

Artinya :“Jika kamu bersyukur niscaya Aku tambahkan lagi nikmat-Ku itu kepadamu. Dan jika kamu kufur, bahwasanya azab-Ku amat dahsyat sekali (yaitu kehinaan di dunia dan azab neraka di akhirat).”
(Ibrahim: 7)