Selasa, 15 Februari 2011

LIMA SYARAT IBADAH

1. Niat
SEJAUH manakah kita telah mengamalkan niat dalam tiap perbuatan atau amalan kita. Oleh karena itu di dalam ajaran Islam, niat memainkan peranan yang penting untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal adat dan antara niat karena ALLAH dengan niat karena yang lain-lain. Agar perbuatan kita itu menjadi ibadah maka niat hendaklah betul. Artinya setiap perbuatan atau amalan kita sehari-hari mesti dimulai dengan niat. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya: “Bahwasanya amalan-amalan itu adalah sah dengan niat dan adalah setiap seorang itu apa yang dia niatkan.

Dan sabdanya lagi:

Artinya: “Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalanya. “

2. Pelaksanaan
Setiap amalan kita adalah satu peraturan. Sedangkan hidup kita dalam satu hari merupakan satu peraturan. Dan pelaksanaan di dalam satu hal atau satu perkara juga merupakan satu peraturan (nizam). Karena itulah pelaksanaan menentukan apakah satu amalan itu menjadi ibadah atau tidak. Dan karena itu juga kita harus mendalami pengertian mengenai pelaksanaan agar benar-benar di atas landasan syariat. Dalam hal ini ALLAH tidak akan membiarkan seseorang itu tanpa panduan jika benar-benar mempunyai hasrat mengikut syariat.

Untuk memelihara keselamatan manusia di dalam pergaulan agar senantiasa melaksanakan sesuatu menurut landasan yang ditetapkan, ALLAH berfirman:

Artinya: “Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(Al Ankabut:: 69)

Dalam hal ini ulama juga berkata:

Artinya: “Yang hak kalau tidak ada peraturan akan dikalahkan oleh yang batil yang ada peraturan.”

3. Perkara (subyek)
Adapun perkara atau subyek yang menjadi tumpuan untuk dilaksanakan itu mestilah mendapat keredhaan ALLAH. Subyek yang paling utama mestilah suci agar benar-benar menjadi ibadah kepada ALLAH. Hal itu menjadi lebih penting dan utama bila pelaksanaan itu melibatkan soal makanan dan minuman seperti dalam mencari rezeki untuk dijadikan makanan keluarga atau dalam perniagaan makanan yang hasilnya menjadi makanan semua umat Islam. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan keterangan dalam haditsnya yang berbunyi:

Artinya “Tiap-tiap daging yang tumbuh dari benda yang haram, maka neraka adalah yang lebih sesuai dengannya.”
(Riwayat At tarmizi)

Dan dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda yang maksudnya:

“Hati dibina oleh makanan dan minuman.”

Jadi nyata sekali bahwa Rasulullah SAW begitu mengutamakan perihal makanan karena kalau yang dimakan atau diminum itu kotor mengikut syariat islam, hati orang akan dibentuk sebegitu rupa hingga menjadi keras kepala dan sukar menerima kebenaran. Terkadang orang tersebut langsung menolak kebenaran dan menentangnya pula.

4. Natijah (Hasil)
Natijah merupakan hasil usaha seseorang. Hasil itu mesti baik karena merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH. Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH? Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya. Dan kepada mereka itu ALLAH berfirman sebagai berikut:

Artinya: “Jika kamu bersyukur niscaya akan Aku tambah lagi nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu kufur sesungguhnya siksaan-Ku sangat dahsyat.”

Dengan itu, natijah setiap amalan agar menjadi ibadah ialah dengan membelanjakan keuntungan yang diperoleh atau hasil usaha setiap pelaksanaan untuk jalan ALLAH. Seperti dibelanjakan untuk membantu kaum miskin atau anak-anak yatim. Jika berupa ilmu yang dicari maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan yang diredhai ALLAH, begitu pula dengan natijah-natijah yang lain. Mestilah digunakan untuk perkara-perkara yang benar-benar sah dan halal.

5. Asas DALAM IBADAH
Kita telah menyentuh ibadah yang asas dalam bab-bab yang lalu. Dua perkara utama yang menjadi ibadah asas ialah rukun iman yang terdiri dari enam rukun dan rukun Islam yang terdiri dari lima rukun. Kedua hal itulah yang merupakan tapak untuk menegakkan segala amalan yang lain. Bila tidak ada kedua hal tersebut sama halnya seperti mendirikan rumah di atas air. Di dalam syariat Islam telah dijelaskan sebagai berikut:

Artinya: Yang awal di dalam agama ialah mengenal ALLAH Taala.

Begitu juga dengan lima perkara rukun Islam. Hal tersebut menjadi perkara asas yang perlu diketahui oleh setiap orang Islam dan melaksanakan amalan yang tergolong di dalamnya merupakan amalan asas. Amalan-amalan yang lain hanyalah merupakan batu-bata pelengkap suatu bangunan. Pokok segala amalan bermula dari rukun Islam. Di antara lima perkara dalam rukun Islam itu, adalah shalat. Rasulullah sangat menekankan begitu pentingnya amalan shalat dalam sabdanya:

Artinya: Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama.

Bersabda Rasulullah :

Artinya: Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja nyatalah ia telah kafir.

Jadi sangat jelas bahwa setiap amalan berasas kepada dua perkara ini yang merupakan amalan yang paling wajib. Artinya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Jika tidak ada rukun Iman dan rukun Islam, maka seluruh amalan lain, tidak ada artinya lagi. Jika kita ibaratkan amalan kita itu seperti sebatang pohon, rukun Iman adalah akar tunjangnya sedangkan rukun Islam adalah batang utamanya. Bila keduanya rusak, maka seluruh ranting-ranting, daun, bunga dan buah tidak ada artinya lagi.

Dalam keadaan demikian, kita perlu mengambil perhatian yang berat dalam soal mencari ilmu pengetahuan di bidang rukun Iman dan rukun Islam. Gabungan kedua rukun itu dapat diibaratkan sebagai raja di dalam sebuah negara, di mana seluruh rakyat mesti taat setia kepada raja. Berarti amalan yang utama ialah taat setia kepada raja sedangkan jika amalan itu tidak dilaksanakan, raja akan murka. Sekalipun rakyat itu mempunyai pribadi baik dan senantiasa beramal bakti sesama rakyat lain, namun jika ia ingkar dan tidak taat setia kepada raja, pasti raja tidak dapat mengiktiraf (mengakui) amal-amalnya yang lain. Dia tetap dianggap sebagai pendurhaka.